Selasa, 21 Agustus 2012

Siapa Ashabiun dan Siapa Ahlul Kitab



Beberapa ayat al-Quran yang menjadi pegangan kaum liberal untuk melegalkan pluralisme agama di antaranya adalah :

1.    Surat al-Baqarah:62
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan     menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
2.    Surat al-Maidah: 69

إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئُونَ وَالنَّصَارَى مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja(diantara mereka) yang benar-benar saleh, Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
3.    Surat al-Haj: 17
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا إِنَّ اللَّهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-iin orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.

I.     Pemahaman Para Mufassir
Di sini penulis mengetengahkan perkataan para mufasir tentang setiap kata yang ada dalam ketiga ayat tersebut :
A.  Lafadz الَّذِينَ آَمَنُوا
1.    At-Thobari mengatakan. الَّذِينَ آَمَنُوا yaitu mereka orang-orang yang membenarkan Rosulullah n dan apa yang telah diturunkan kepadanya dari kebenaran. (Tafsir Jâmi'ul Bayan fî Ta'wîlil Qur'an)
2.    Menurut az-Zamakhsyary dalam tafsirnya, maksudnya  adalah  orang-orang munafik, begitu pula pendapat Sufyan Ats Tsauri. Syaukani juga berpendapat demikian karena disejajarkan dengan Yahudi dan Nashara (Tafsir Fatkhul Qodîr).
3.     Ibnu Abbas mengatakan, mereka orang-orang yang beriman kepada Nabi Musa dan mengamalkan syariatnya sampai datang Nabi Isa dan mengamalkan syariatnya sampai datang Nabi Muhammad n (Tafsir Ibnu Abas).
4.    Ibnu Zauji berpendapat sama dengan para mufassir tersebut dengan menambah orang-orang yang meminta Islam seperti Waroqoh bin Naufal, dan Sulaiman. (Zâdul Masîr).
B.     Lafadz هَادُوا وَالنَّصَارَى
                                                      Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para mufassir dalam menafsirkan dua kata ini yaitu : Yahudi adalah pengikut Nabi Musa dan berpegang teguh terhadab kitab Zabur. Penamaan Yahudi dinisbatkan pada ucapan Nabi Musa إِنَّا هُدْنَا إِلَيْكَ  yang artinya "Sesungguhnya kami taubat kepadamu". Adapun Nashara adalah pengikut Nabi Isa dan berpegang teguh terhadap kitab Injil. Penamaan Nashara dinisbatkan pada daerah tinggal Nabi Isa yaitu Nâshiroh, dan merekalah yang disebutkan dalam al-Quran sebagai Ahlu Al Kitab.
C.     وَالصَّابِئُونَ / وَالصَّابِئِينَ
Pada kata ini terjadi banyak perbedaan pendapat di kalangan para mufassir ketika menafsirkan maknanya bahkan dalam i'robnya marfu' maupun mansub atau hanya kesalahan dalam penulisannya saja.

1.    Shâbiîn / Shâbiun secara lughowi.
Shabiîn berasal dari kata shaba’a (صَبَأ) yashba’u (يَصْبَأُ) Shab’an (صَبْأً) mempunyai makna Khoroja 'MIn dinin ila dinin (خرج من دين إِلى دين) berarti keluar dari suatu agama ke agama lain. Adapun orangnya disebut as shabii (الصابئ) jama'nya adalah as shâbiun (الصابِئون) yaitu suatu kaum yang menyangka dirinya dari penganut agama Nabi Nuh v (menurut Ibnu Mandhur dalam kamus lisânul 'Arab).

2.    Shâbiîn / Shâbiun menurut para mufassir.
1.      Mujahid mengatakan, shâbiun artinya suatu kaum di antara Yahudi, Nashara dan Majusy, tidak punya agama (Tafsir Ibnu Katsir).
2.      Abu Aliyah dan Robi' bin Anas, mengatakan mereka termasuk dari golongan Ahlul kitab yang membaca kitab Zabur (Yahudi) pendapat ini diikuti Abu Hanifah dan Ishaq (Tafsir Ibnu Katsir).
3.      Menurut Qotadah, mereka adalah orang-orang yang shalat menghadap kiblat dan menyembah malaikat dan mereka para pembaca kitab Zabur.
4.      Menurut Ibnu Zaid, suatu kaum yang hanya mengucap لا إِله إلا الله tanpa mengamalkan segala konsekuensinya (tidak menjalankan syariat) tidak punya kitab dan Nabi. (Zâdul Masîr fî 'Ilmi Tafsîr)
5.      Syaukani dalam Fatkhul Qodîr menjelaskan bahwa mereka orang-orang yang keluar dari agama Yahudi dan Nashara lalu menyembah malaikat.
6.      Sebagian ulama berpendapat mereka orang-orang yang belum sampai kepada mereka dakwah Nabi.
Dari tinjauan qowaid lughowiyah terdapat perbedaan antara kata وَالصَّابِئِينَ pada surat Al Baqarah 62 dan Al Haj 17 dengan kata وَالصَّابِئُون dalam surat Al Maidah ayat 69. Dimana pada dua ayat pertama dalam keadaan mansub ditandai dengan huruf (ي) karena jama' mudzakar sâlim. Dan  pada surat yang kedua marfu' ditandai dengan (و) karena jama' mudzakar sâlim. Hal ini adalah permasalahan yang sangat penting dipahami dalam 3 ayat yang hampir sama bahkan seolah satu ayat yang turun 3 kali dalam permasalahan yang sama. Hal ini tidak mungkin terjadi tanpa maksud dan tujuan tertentu.
Pada dasarnya mansubnya kata tersebut karena huruf taukid yaitu (إِنَّ) sedangkan taukid tidak akan terjadi kecuali kepada yang berhak untuk ditaukidkan. Apabila obyeknya ada 3 dan dua obyek ingin ditaukidkan, maka dua saja yang dimasuki huruf taukid dan yang satu tidak. Pada surat Al Maidah 69 tentunya tidak di'atafkan dengan kata yang ditaukidkan, berarti الصَّابِئُون bukan termasuk obyek dari ayat yang sebelumya Al Maidah 68. (Arsif Mulaqo Ahlu Tafsir)

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَسْتُمْ عَلَى شَيْءٍ حَتَّى تُقِيمُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا فَلَا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

Katakanlah: "Hai ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu". Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka; Maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir itu. (Al Maidah 68)                    
Menurut Sibawaih
 «والصابئون» محمول على التأخير ، ومرفوع بالابتداء . والمعنى : إِن الذين آمنوا والذين هادوا من آمَن بالله واليوم الآخر وعمل صالحاً فلا خوف عليهم ولا هم يحزنون . والصابئون والنصارى كذلك أيضاً.
Kata As Shabiun hakekatnya diakhirkan, sedangkan marfu'nya karena ibtida' (diawal kalimat) sehingga bermakna "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang Yahudi, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir dan beramal soleh tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati, begitu juga Shabiun dan Nashara. (Zâdul Masîr fî 'Ilmi Tafsîr          
Dengan demikian penulis menyimpulkan dari beberapa pandangan para mufassir dan kaidah lughoh yang telah dipaparkan di atas, bahwa As shabiun bukan termasuk Ahli Al kitab.
D.          Kedudukan mereka di sisi Allah.
Pada dasarnya agama yang dibawa oleh para nabi merupakan agama tauhid yang menyeru pengikutnya untuk bertauhid dan beribadah kepada Allah semata takluput pula para pengikut Nabi Musa (Yahudi) dan  pengikut Nabi Isa as (Nasrani). Adapun shabiun bukan termasuk dari golongan mereka karena mereka tidak beragama serta tidak mempunyai kitab dan nabi, bahkan mereka adalah para penyembah malaikat, bintang, dan binatang. Ada pula dari mereka yang mencampuradukkan semua agama. Allah menyebut mereka itu kafir setelah turunnya risalah Muhammadiyah (Al Qur'an), dalam surat Al Bayyinah ayat 6, Allah menegaskan ;
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.
         Ayat ini menjadi lebih kuat apabila kita munasabahkan dengan surat Al Baqarah 62, Al Maidah 69, dan Al Haj 17.
إِن الذين آمنوا والذين هادوا والصابئون والنصارى       
         Empat kelompok menusia pada ayat tersebut adalah kelompok orang-orang yang belum beriman, sehingga Allah menjanjikan kepada mereka dengan tidak adanya rasa kekhawatiran dan akan mendapatkan ketentraman hati apabila mereka mau beriman dan beramal soleh.
مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
         Siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
         Dua kata iman pada ayat yang mempunyai makna yang berbeda :
1.      الَّذِينَ آَمَنُوا
2.      َمنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِر
         Telah dijelaskan bahwa iman yang pertama yaitu keimanan yang hanya diucapkan dibibir saja tanpa dihayati dalam hati dan tidak menjalankan syariat -orang munafik– (ada perbedaan pendapat di kalangan para mufassir, akan tetapi moyoritas berpendapat seperti itu), sehingga Allah menegaskan dengan kata man âmana pada kelanjutan ayat tersebut. Menurut Al Zahmakhsyari, yaitu barangsiapa yang beriman dengan keimanan yang murni dan masuk Islam dengan tulus. Abu Bakar Jabir Al Jazairi dalam Aisaru Tafasir mengatakan :
والإِيمان الصحيح لا يتم لأحد إلا بالايمان بالنبى الخاتم محمد صلى الله عليه وسلم والعمل الصالح لا يكون إلا بما جاء به النبى الخاتم فى كتابه وما أوحى إليه، إذ بشريعته نسخ الله سائر الشرائع قبله.
Iman yang benar tidak akan sempurna bagi seseorang kecuali dengan mengimani Nabi terahir Muhammad n, dan tidak ada amalan yang benar melainkan apa yang ada pada kitab dan apa yang telah diwahyukan kepadanya, dan dengan syariatnyalah Allah menghapus syariat-syariat sebelumnya.
Hal ini senada dengan pendapat Ibnu Katsir sebagai berikut ;
فكان إيمان اليهود: أنه من تمسك بالتوراة وسنة موسى، عليه السلام؛ حتى جاء عيسى. فلما جاء عيسى كان من تمسك بالتوراة وأخذ بسنة موسى، فلم يدعها ولم يتبع عيسى، كان هالكًا. وإيمان النصارى أن من تمسك بالإنجيل منهم وشرائع عيسى كان مؤمنًا مقبولا منه حتى جاء محمد صلى الله عليه وسلم، فمن لم يتبعْ محمدًا صلى الله عليه وسلم منهم ويَدَعْ ما كان عليه من سنة عيسى والإنجيل -كان هالكا   
"(Ukuran) keimanan orang-orang Yahudi adalah (jika) mereka berpegang kepada Taurot dan sunah Nabi Musa hingga datang periode Nabi Isa. Pada periode Nabi Isa orang-orang yang tidak meninggalkan kitab dan sunah Nabi Musa maka akan binasa, sementara (ukuran) keimanan orang-orang Nasrani adalah jika berpegang kepada Injil dan Syariat Nabi Isa, keimanan orang-orang tersebut dapat diterima hingga datang periode Nabi Muhammad n.  Pada masa Masa Nabi Muhammad orang yang tidak mengikutinya dan tidak meninggalkan sunah Nabi Isa dan kitab Injil maka akan binasa". (Tafsir Ibnu Katsir)
         Di lain argumentasi yang telah dipaparkan tersebut, menurut Ibnu Abbas, 3 ayat tersebut telah dihapus dengan Surat Ali Imron ayat 85 ;
وأخرج أبو داود في الناسخ ، والمنسوخ ،وابن جرير ، وابن أبي حاتم ، عن ابن عباس في قوله : { إِنَّ الذين ءامَنُواْ والذين هَادُواْ } قال : فأنزل الله بعد هذا { وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإسلام دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِى الاخرة مِنَ الخاسرين } [ آل عمران : 85 ]
Abu Daud mengeluarkanya dalam nasikh dan mansukh, Ibnu Jarir dan Abi Hatim dari Ibnu Abbas pada Ayat "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang Yahudi..." Ia berkata maka setelah ini Allah menurunkan, "Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." - Ali Imron 85 – (Fatkhul Qodir)

E.     Sebab Turunya ayat.
         Sebab turun ayat tersebut terkait dengan sahabat-sahabat Salman Al Farisi. Salman bercerita kepada Nabi n bahwa sahabat-sahabatnya adalah orang-orang yang shalat, berpuasa, beriman kepada Muhammad n dan bersaksi bahwa Muhammad akan diutus menjadi Nabi. Setelah Salman selesai menceritakan teman-temanya itu Nabi kemudian bersabda bahwa mereka itu calon penghuni neraka. Mendengar penjelasan itu, maka Salman berat hati hingga turunlah ayat tersebut. (Tafsir Ibnu Katsir)
         Turunnya ayat dengan sebab tersebut bukan berarti memojokkan dan membantah pernyataan Nabi (sebagaimana argumentasi pluralis) melainkan agar menghilangkan rasa berat hati Salman terhadap pernyataan Rosululloh tersebut.

Kesimpulan:
·         Dari dua sudut pandang dalam memahami ayat-ayat tersebut dengan tidak menjadikan pendapat-pendapat para mufassir sebagai asumsi belaka, maka jelaslah bahwa kedudukan mereka yang hidup di masa Nabi Muhammad n sampai sekarang dan sampai hari kiamat bila tidak berpegang teguh terhadap risalah Muhammadiyah, seluruh amalan mereka dan keimanan mereka tidak diterima oleh Allah l.
·         Orang-orang yang mencampuradukkan agama, komunis, ateis, dan para penganut animisme, serta penganut agama bumi, merupakan golongan ashâbiiyah.
·         Setelah datangnya Islam maka agama yang sah adalah agama Islam.

Referensi:
1.      Abdul Muqsith Ghozali, Argumen Pluralisme Agama, Katakita, Depok Estete.
2.      Al Jauzi, Ibnu Muhammad, Zâdul Masîr fî 'Ilmi Tafsîr, Al Maktabah Assyamilah
3.      Az Zamakhsyari Jârullah, Ibnu Ahmad, Al Kasaf , Al Maktabah Assyamilah
4.      Arsif Multaqa Ahlu Atafsir, Al Maktabah Assyamilah
5.      Ibnu Jarir, Muhammad, Jâmi'ul Bayan fî Ta'wîlil Qur'an, Al Maktabah Assyamilah
6.      Ibnu Katsir, Abu Fida', Tafsir Al Qur'an Al 'Adim , Al Maktabah Assyamilah
7.      Mandur, Ibnu. Lisanul 'Arab, Al Maktabah Assyamilah
8.      Syaukani, Fatkhul Qodir, Al Maktabah Assyamilah
9.      Terjemah Al qur'an At Word (Progam)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar