Minggu, 14 Juli 2013

Dalil Dzikir Berjama’ah


Kelompok Salafi/Wahabi menganggap Do’a/Dzikir berjama’ah adalah Bid’ah atau Sesat. Namun dari dalil-dalil Al Qur’an dan Hadits di bawah, pernyataan tersebut tidak berdasar.
Sebagai contoh dalam surat Al Fatihah kita mengucapkan:
Iyyaka NA’budu (Kepada Mu KAMI menyembah/beribadah)
Wa Iyyaka NAsta’iin (Kepada Mu KAMI meminta/berdo’a)
Ayat di atas menunjukkan kata NA (KAMI) yang artinya JAMAK/BANYAK. Bukan sendiri-sendiri. Pada akhir Surat Al Fatihah, seluruh Makmum dari shalat berjama’ah menyatakan “AAMIIIN”.
Ayat-ayat Al Fatihah itu saja sudah jelas menunjukkan bahwa beribadah (termasuk Dzikir dan Do’a) secara berjama’ah itu tidak sesat. Dan pernah dicontohkan Nabi.
Surat Al Fatihah sendiri pada dasarnya adalah Do’a. Contohnya “Ihdinash Shiroothol Mustaqiim” (Tunjuki Kami ke Jalan yang Benar) yang kemudian diaminkan oleh para Makmum. Dengan mengucap Allah sebagai Ar Rahman dan Ar Rahim, pada dasarnya Imam itu berdzikir menyebut nama Allah. Bukankah itu contoh yang jelas?
Banyak ibadah yang dicontohkan Nabi dan para sahabat secara berjama’ah seperti Shalat Wajib Berjama’ah yang pahalanya malah 27 x lipat daripada shalat sendiri. Selain itu juga ada Shalat Tarawih berjama’ah, Shalat ‘Ied, dsb. Bahkan shalat Jum’at tidak sah jika tidak dilakukan secara berjama’ah.
Berbagai do’a dalam Al Qur’an seperti “Robbana Aatina Fid dunya Hasanah..” (Ya Tuhan KAMI berilah KAMI di dunia Kebaikan) menyatakan bahwa do’a-doa tersebut sebaiknya dilaksanakan secara berjama’ah [Al Baqarah 201].
“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka” [Al Baqarah 201]
Lihat ayat Al Qur’an di atas bagaimana orang berdoa secara berjama’ah. Kata siapa beribadah berjama’ah seperti Dzikir itu Bid’ah atau sesat? Hendaknya kita berpegang pada wahyu Allah.
Sedangkan Ibnu Abbas bertakbir dengan lafadh.
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar, wa lillahil hamdu, Allahu Akbar, wa Ajalla Allahu Akbar ‘alaa maa hadaNAA.
“Artinya : Allah Maha Besar Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan bagi Allah lah segala pujian, Allah Maha Besar dan Maha Mulia, Allah Maha Besar atas petunjuk yang diberikannya pada KAMI“. [Diriwayatkan oleh Al Baihaqi 3/315 dan sanadnya shahih]
Kalimat Takbir Ibnu Abbas di atas jelas menunjukkan Takbir tersebut dilakukan berjama’ah. Sebab kalau sendiri tentu kata terakhir jadi hadaNII (Petunjuk yang diberikan kepada SAYA).
Ada lagi yang berpendapat Dzikir/Takbir dengan suara keras berjama’ah boleh. Tapi tidak boleh satu suara/komando. Kalau satu suara: Bid’ah! Padahal kalau takbir sendiri-sendiri beramai-ramai dengan suara keras, niscaya yang terdengar bukan takbir lagi. Tapi cuma keributan/kegaduhan saja. Bayangkan yang satu baru Allahu Akbar, pada saat yang sama yang lain berkata “Walillahil Hamd”, yang lain lagi beda lagi. Suara yang terdengar akan kacau dan tak beraturan.
Bab 247. Keutamaan Berkumpul Untuk Berdzikir Dan Mengajak Untuk Mengikutinya Dan Larangan Memisahkan Diri Daripadanya Kalau Tanpa Uzur -Halangan-
Allah Ta’ala berfirman: “Dan sabarkanlah dirimu berkumpul bersama orang-orang yang menyeru kepada Tuhan di waktu pagi dan petang. Mereka mengharapkan keridhaanNya dan janganlah engkau menghindarkan pandanganmu dari mereka itu.” (al-Kahf: 21)
1444. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala itu mempunyai beberapa malaikat yang berkeliling di jalan-jalan untuk mencari para ahli dzikir, jikalau mereka menemukan sesuatu kaum yang berdzikir kepada Allah’Azza wajalla lalu mereka memanggil-kawan-kawannya: “Kemarilah, disinilah ada hajatmu -ada yang engkau semua cari-. Mereka lalu berputar disekeliling orang-orang yang berdzikir itu serta menaungi mereka dengan sayap-sayapnya sampai ke langit dunia. Tuhan mereka lalu bertanya kepada mereka, tetapi Tuhan sebenarnya lebih Maha Mengetahui hal itu. Firman Tuhan: “Apakah yang diucapkan oleh hamba-hambaKu itu?” Para malaikat menjawab: “Mereka itu sama memaha sucikan Engkau, memaha besarkan, memuji serta memaha agungkan padaMu -yakni bertasbih, bertakbir, bertahmid dan bertamjid-. Tuhan berfirman lagi: “Adakah mereka itu dapat melihat Aku?” Malaikat menjawab: “Tidak, demi Allah, mereka itu tidak melihat Engkau.” FirmanNya: “Bagaimanakah sekiranya mereka dapat melihat Aku?” Dijawab: “Andaikata mereka melihat Engkau, tentulah mereka akan lebih giat ibadahnya padaMu, lebih sangat memaha agungkan padaMu, juga lebih banyak pula bertasbih padaMu.” FirmanNya: “Apakah yang mereka minta itu?” Dijawab: “Mereka meminta syurga.” FirmanNya: “Adakah mereka pernah melihat syurga?” Dijawab: “Tidak, demi Allah, ya Tuhan, mereka tidak pernah melihat syurga itu.” FirmanNya: “Bagaimanakah andaikata mereka dapat melihatnya?” Dijawab: “Andaikata mereka pernah melihatnya, tentulah mereka akan lebih lobanya pada syurga itu, lebih sangat mencarinya dan lebih besar keinginan mereka pada syurga tadi.” FirmanNya: “Dari apakah mereka memohonkan perlindungan?” Dijawab: “Mereka mohon perlindungan daripada neraka.” FirmanNya: “Adakah mereka pernah melihat neraka itu?” Dijawab: “Tidak, demi Allah mereka tidak pernah melihatnya.” FirmanNya: “Bagaimanakah andaikata mereka pernah melihatnya?” Dijawab: “Andaikata mereka pernah melihatnya, tentulah mereka akan lebih sangat larinya dan lebih sangat takutnya pada neraka itu.” FirmanNya: “Kini Aku hendak mempersaksikan kepadamu semua bahwasanya Aku telah mengampunkan mereka itu.” Nabi s.a.w.bersabda: “Ada salah satu diantara para malaikat itu berkata: “Di kalangan orang-orang yang berdzikir itu ada seorang yang sebenarnya tidak termasuk golongan mereka, sesungguhnya ia datang karena ada sesuatu hajat belaka.” Allah berfirman: “Mereka adalah sekawanan sekedudukan dan tidak akan celakalah orang yang suka menemani mereka itu -yakni orang yang pendatang itupun memperoleh pengampunan pula-.” (Muttafaq ‘alaih) Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Sesungguhnya Allah Ta’ala itu mempunyai para malaikat yang berkeliling -di bumi- dan utama-utama keadaannya. Tugas mereka ialah mengikuti majelis-majelis berdzikir. Maka apabila mereka menemukan sesuatu majelis yang berisi dzikir didalamnya, merekapun lalu duduk bersama orang-orang yang berdzikir itu dan saling berputar menaungi mereka dengan sayap-sayapnya antara satu dengan yang lainnya, sehingga memenuhi tempat yang ada diantara mereka dengan langit dunia. Selanjutnya jikalau orang-orang yang berdzikir itu telah berpisah, para malaikat tadi lalu mendaki dan naik ke langit, kemudian Allah ‘Azzawajalla bertanya kepada mereka, tetapi Allah sebenarnya lebih mengetahui tentang hal itu: “Dari manakah engkau semua datang?” Mereka menjawab: “Kita semua baru datang dari hamba-hambaMu yang ada di bumi, mereka itu sama bertasbih, bertakbir, bertahlil, bertahmid serta memohonkan sesuatu padaMu.” FirmanNya: “Apakah yang mereka mohonkan padaKu?” Dijawab: “Mereka mohon akan syurgaMu.” FirmanNya: “Apakah mereka pernah melihat syurgaKu itu?” Dijawab: “Tidak, ya Tuhan.” FirmanNya: “Bagaimana pula sekiranya mereka pernah melihat syurgaKu itu.” Para malaikat berkata lagi: “Mereka itu juga memohonkan perlindungan padaMu.” FirmanNya: “Dari apakah mereka sama memohonkan perlindungan padaKu?” Dijawab: “Dari nerakaMu, ya Tuhan.” FirmanNya: “Apakah mereka pernah melihat nerakaKu itu?” Dijawab: “Tidak pernah.” FirmanNya: “Bagaimana pula sekiranya mereka pernah melihat nerakaKu.” Para malaikat itu berkata lagi: “Mereka juga memohonkan pengampunan daripadaMu.” Allah lalu berfirman: “Sungguh-sungguh Aku telah mengampuni mereka itu, kemudian Aku berikan pula apa-apa yang mereka minta dan Aku berikan perlindungan pula mereka itu dari apa-apa yang mereka mohonkan perlindungannya.” Nabi s.a.w. bersabda: “Para malaikat itu berkata: “Ya Tuhan, di kalangan mereka ada seorang hamba yang banyak sekali kesalahannya, ia hanyalah berjalan saja melalui orang-orang yang berdzikir tadi lalu duduk bersama mereka.” Allah lalu berfirman: “Kepada orang itupun saya berikan pengampunan pula. Mereka adalah kaum yang tidak akan celaka orang yang suka mengawani mereka.”
1445. Dari Abu Hurairah dan dari Abu Said radhiallahu ‘anhuma, katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tiada sesuatu kaumpun yang duduk-duduk sambil berdzikir kepada Allah, melainkan dikelilingi oleh para malaikat dan ditutupi oleh kerahmatan serta turunlah kepada mereka itu ketenangan -dalam hati mereka- dan Allah mengingatkan mereka kepada makhluk-makhluk yang ada di sisinya -yakni disebut-sebutkan hal-ihwal mereka itu di kalangan para malaikat.-” (Riwayat Muslim)
1446. Dari Abu Waqid al-Harits bin ‘Auf r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. pada suatu ketika sedang duduk dalam masjid beserta orang banyak, tiba-tiba ada tiga orang yang datang. Yang dua orang terus menghadap kepada Rasululah s.a.w. sedang yang seorang lagi lalu pergi. Kedua orang itu berdiri di depan Rasulullah s.a.w. Adapun yang seorang, setelah ia melihat ada tempat yang longgar dalam himpunan majelis itu, lalu terus duduk di situ, sedang yang satu lagi duduk di belakang orang banyak, sedangkan orang ketiga terus menyingkir dan pergi. Setelah Rasulullah s.a.w. selesai -dalam mengamat-amati tiga orang tadi- lalu bersabda: “Tidakkah engkau semua suka kalau saya memberitahukan perihal tiga orang ini? Adapun yang seorang -yang melihat ada tempat longgar terus duduk di situ-, maka ia menempatkan dirinya kepada Allah, kemudian Allah memberikan tempat padanya. Adapun yang lainnya -yang duduk di belakang orang banyak-, ia adalah malu -untuk berdesak-desakan dan sikap ini terpuji-, maka Allah pun malu padanya, sedangkan yang seorang lagi -yang terus menyingkir-, ia memalingkan diri, maka Allah juga berpaling dari orang itu.” (Muttafaq ‘alaih)
1447. Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya: “Mu’awiyah r.a. keluar menuju suatu golongan yang berhimpun dalam masjid, lalu ia berkata: “Apakah yang menyebabkan engkau semua duduk ini?” Orang-orang menjawab: “Kita duduk untuk berdzikir kepada Allah.” Ia berkata lagi: “Apakah, demi Allah, tidak ada yang menyebabkan engkau semua duduk ini melainkan karena berdzikir kepada Allah saja?” Mereka menjawab: “Ya, tidak ada yang menyebabkan kita semua duduk ini, kecuali untuk itu.” Mu’awiyah lalu berkata: “Sebenarnya saya bukannya meminta sumpah dari engkau semua itu karena sesuatu dugaan yang meragukan terhadap dirimu semua dan tiada seorangpun yang sebagaimana kedudukan saya ini dari Rasulullah s.a.w. yang lebih sedikit Hadisnya daripada saya sendiri -karena sangat berhati-hatinya meriwayatkan Hadis-. Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pada suatu ketika keluar menuju suatu golongan yang berhimpun dari kalangan sahabat-sahabatnya, lalu beliau s.a.w. bersabda: “Apakah yang menyebabkan engkau semua duduk ini?” Para sahabat menjawab: “Kita duduk untuk berdzikir kepada Allah, juga memuji padaNya karena telah menunjukkan kita semua kepada Agama Islam dan mengaruniakan kenikmatan Islam itu pada kita.” Beliau s.a.w. bersabda lagi: “Apakah, demi Allah, tidak menyebabkan engkau semua duduk ini melainkan karena itu?” Sesungguhnya saya bukannya meminta sumpah dari engkau semua itu karena sesuatu dugaan yang meragukan terhadap dirimu semua, tetapi Jibril datang padaku dan memberitahukan bahwasanya Allah merasa bangga dengan engkau semua itu kepada malaikat -yakni kebanggaanNya itu ditunjukkan kepada para malaikat-.” (Riwayat Muslim)